Jumat, 30 November 2012

Cerpen

            Setelah Ke pergianmu
Ku buka handphone ku, tak ada lagi kamu yang selalu memenuhi inbox-ku, tak ada lagi ucapan selamat pagi dan selamat tidur untukku. Tak ada lagi canda tawamu yang selalu mengiriku dalam kebahagiaan, tak ada lagi leluconmu yang membuatku tartawa. Tak ada lagi tatapan yang membuat jantungku berdebar dan menyejukkan hati. Tak ada lagi genggaman tanganmu yang selalu membuatku kuat akan setiap masalah yang menghampiriku. Tak ada lagi pelukanmu yang membuatku tentram dan merasa aman dekat denganmu. Kini, sekarang ada sesuatu yang hilang, tak sama seperti dulu.
 Aku berharap hari-hariku bisa berjalan dengan mulus seperti biasanya., walau tak ada kamu disampingku. Kini, aku mencoba menjalani semua aktivitasku seperti biasa. Dan aku bisa menjalani itu semua walau hatiku terasa kosong, hampa tanpa ada dirimu yang menemaniku setiap harinya. Tapi, aku harus tetap tegar dengan semua ini. Setelah kepergianmu, aku menyadari betapa aku mencintaimu. Setelah kepergianmu, kamu merampas semua cinta dan kebahagiaan yang kupunya, melarikan ke tempat asing yang justru tak tahu dimana keberadaannya. Siksaanmu begitu besar untukku, dan aku terlalu lemah untuk mendapatkan cobaan ini, aku begitu lemah untuk mendapatkan goresan luka di benakku yang semakin hari semakin bertambah.
 Di dalam mimpiku kamu selalu ada untukku, dan kamu milikku. Tapi ternyata, di dalam kehidupan nyata, kau hanyalah mimpi untukku dan aku sulit menggapaimu kembali. Tak ada hal yang mampu ku perjuangkan selain membiarkanmu pergi dan merelakanmu untuk orang lain yang pantas menapatkanmu. Aku berusaha menikmati kesedihanku, kesakitanku hingga ku terbiasa akan semua hal itu. Aku selalu meneteskan air mata untukmu, padahal setiap butiran air mata yang jatuh itu semakin aku merindukanmu dan sulit untuk melupakanmu. Kini aku merasa jatuh cinta padamu yang bukan milikku lagi. Tapi aku punya Tuhan, punya keluarga dan sahabat, yang selalu ada untukku. Aku percaya Tuhan pasti sedang menguji kesabaranku saat ini, dan pasti ada jalan keluar di balik ini semua. Mungkin di mataku kamu yang terbaik untukku, tapi belum tentu kata Tuhan kamu yang terbaik untukku. Aku percaya dan yakin bahwa skenario Tuhan adalah yang paling indah.

                                           
 Tak Cukup Hanya Cinta
“Sendirian aja dek Lia? Masnya mana?”, sebuah pertanyaan tiba-tiba mengejutkan aku yang sedang mencari-cari sandal sepulang kajian tafsir Qur’an di Mesjid komplek perumahanku sore ini. Rupanya Mbak Artha tetangga satu blok yang tinggal tidak jauh dari rumahku. Dia rajin datang ke majelis taklim di komplek ini bahkan beliaulah orang pertama yang aku kenal disini, Mbak Artha juga yang memperkenalkanku dengan majelis taklim khusus Ibu-ibu dikomplek ini. Hanya saja kesibukan kami masing-masing membuat kami jarang bertemu, hanya seminggu sekali saat ngaji seperti ini atau saat ada acara-acara di mesjid. Mungkin karena sama-sama perantau asal Jawa, kami jadi lebih cepat akrab.
“Kebetulan Mas Adi sedang dinas keluar kota mbak, Jadi Saya pergi sendiri”, jawabku sambil memakai sandal yang baru saja kutemukan diantara tumpukan sandal-sandal yang lain. “Seneng ya dhek bisa datang ke pengajian bareng suami, kadang mbak kepingin banget ditemenin Mas Bimo menghadiri majelis-majelis taklim”, raut muka Mbak Artha tampak sedikit berubah seperti orang yang kecewa. Dia mulai bersemangat bercerita, mungkin lebih tepatnya mengeluarkan uneg-uneg. Sebenarnya aku sedikit risih juga karena semua yang Mbak Artha ceritakan menyangkut kehidupan rumahtangganya bersama Mas Bimo. Tapi ndak papa aku dengerin aja, masak orang mau curhat kok dilarang, semoga saja aku bisa memetik pelajaran dari apa yang dituturkan Mbak Artha padaku. Aku dan Mas Adi kan menikah belum genap setahun, baru 10 bulan, jadi harus banyak belajar dari pengalaman pasangan lain yang sudah mengecap asam manis pernikahan termasuk Mbak Artha yang katanya sudah menikah dengan Mas Bimo hampir 6 tahun lamanya.
“Dek Lia, ndak buru-buru kan? Ndak keberatan kalo kita ngobrol-ngobrol dulu”, tiba-tiba mbak Artha mengagetkanku. ” Nggak papa mbak, kebetulan saya juga lagi free nih, lagian kan kita dah lama nggak ngobrol-ngobrol”, jawabku sambil menuju salah satu bangku di halaman TPA yang masih satu komplek dengan Mesjid.
Dengan suara yang pelan namun tegas mbak Artha mulai bercerita. Tentang kehidupan rumah tangganya yang dilalui hampir 6 tahun bersama Mas Bimo yang smakin lama makin hambar dan kehilangan arah.
 “Aku dan mas Bimo kenal sejak kuliah bahkan menjalani proses pacaran selama hampir 3 tahun sebelum memutuskan untuk menikah. Kami sama-sama berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja dalam hal agama”, mbak Artha mulai bertutur. “Bahkan, boleh dibilang sangat longgar. Kami pun juga tidak termasuk mahasiswa yang agamis. Bahasa kerennya, kami adalah mahasiswa gaul, tapi cukup berprestasi. Walaupun demikian kami berusaha sebisa mungkin tidak meninggalkan sholat. Intinya ibadah-ibadah yang wajib pasti kami jalankan, ya mungkin sekedar gugur kewajiban saja. Mas Bimo orang yang sabar, pengertian, bisa ngemong dan yang penting dia begitu mencintaiku, Proses pacaran yang kami jalani mulai tidak sehat, banyak bisikan-bisikan syetan yang mengarah ke perbuatan zina. Nggak ada pilihan lain, aku dan mas Bimo harus segera menikah karena dorongan syahwat itu begitu besar. Berdasar inilah akhirnya aku menerima ajakan mas Bimo untuk menikah”.
“Mbak nggak minta petunjuk Allah melalui shalat istikharah?”, tanyaku penasaran. “Itulah dek, mungkin aku ini hamba yang sombong,untuk urusan besar seperti nikah ini aku sama sekali tidak melibatkan Allah. Jadi kalo emang akhirnya menjadi seperti ini itu semua memang akibat perbuatanku sendiri”


                                               ANAK KERANG
 Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengaduh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek.
"Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan pada kita bangsa kerang sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu. Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam."
"Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata ibunya dengan sendu dan lembut.
Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar.
Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara ;
air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.


 ANTARA CINTA dan KELUARGA
Hidup akan menjadi indah selama kita masih memiliki dan berada disamping orang –orang yang kita sayangi, seperti anita yang dimana dia masih memiliki kedua orang tua, adik dan kakak yang selalu mengingatkannya dikala dia melakukan suatu kesalahan, anita yang masih berumur 16 tahun dan duduk dibangku sekolah SMA yang dimana dia masih melewati masa-masa pubertas sama seperti yang dirasakan oleh remaja yang lain.
Pada saat itu anita menyimpan perasaan sayang pada seorang cowok yang bernama “Andre”.tanpa dia sadari bahwa dari awal dia masuk dibangku sekolah SMK anita sudah dilarang oleh keluarganya untuk berpacaran,tetapi anita tetap saja menentang perintah orang tuanya itu,anita dan andre menjalani hubungan berpacaran sudah hampir dua tahun. Dia menjalani semua itu tanpa sepengetahuan dari orang tua anita,apakah ini kekonyolan dari sebuah cinta ? seperti ada pepatah kalau “ Cinta itu Buta “ yang bisa membutakan mata dan hati bagi insan yang merasakannya seperti “Anita”
Andre selalu ada disaat Anita membutuhkannya,disaat anita merasa sedih dan bahagia.mungkin itu yang membuat anita menganggap andre adalah segalanya dalam hidup anita,hari-harinya selalu dia jalani dengan andre meskipun mereka berpacaran dengan cara long distance,karena andre bekerja dan sudah jelas jauh dari anita,,tetapi anita tidak menyadari semua itu.

            Suatu ketika anita memasuki bangku perkuliahan,dari sinilah kedua orang tua dan kakaknya mengetahui tentang hubungannya dengan andre melalui seluler anita yang berisi sms-sms dari andre yang selama ini dia dan andre sembunyikan,dan tanpa sepengetahuan anita tiba-tiba andre berkunjung kerumah anita,andre tidak pernah mendapat respon baik dari keluarga anita karena sudah dari awal keluarga anita tidak menyukai dan menyetujui hubungan mereka.
Pada saat itu keluarga anita marah besar sampai ayah dan ibu anita jatuh sakit mengetahui perbuatan anita yang selama ini menentang perintah mereka mulai saat itulah anita diberi pilihan antara keluarga, kuliah atau pacar.
Pada suatu malam anita berada pada perasaan bingung dengan pilihan yang diberikan oleh orang tuanya,, dia tidak ingin melepaskan pacarnya tetapi dia juga tidak ingin melepaskan keluarga dan kuliahnya.tapi dia harus menentukan pilihan yang harus dia ambil, akhirnya anita memilih keluarga dan kuliahnya dia berjanji pada orang tuanya untuk tetap fokus pada kuliah dan masa depannya. Dia tidak akan mengulangi kesalahan untuk yang kedua kalinya.
Akhirnya anita sekarang berusaha untuk mengembalikan rasa kepercayaan orang tuanya pada dirinya dan dia berkomitmen untuk selalu memandang masa depannya.


 Mendahului  takdir
“Uhhuk.. uhukk… “ibu  Dina terus saja terbatuk – batuk sepanjang hari ini. Dan seperti biasanya dia meminum obat yang diresepkan dokter untuknya. “assalamualaikum…” ucap anak Ibu Dina, Tono sepulang dari bekerja. “ibu, bagaimana hari ini, adakah perkembangan?” kata Tono kepada ibunya. “tidak tahu nak, hari ini ibu tidak berhenti batuk, sebaiknya kita ganti dokter lagi saja” kata Ibu Dina lirih, “tidak bu, sebaiknya kita coba bertahan dengan dokter yang ini karena kita baru saja ganti dokter” kata Tono tegas. “mungkin saja umur ibu tidak lama lagi, nak” kata Ibu Dina sambil menangis. “Tidak bu, ibu tidak boleh menyerah, mungkin saja kita hanya tinggal menunggu  beberapa waktu lagi untuk pemulihan Ibu” Seru Tono kepada ibunya, “tapi…” belum sempat Ibunya berbicara, handphone milik Tono bordering “tunggu sebentar ya bu, ada telepon dari managerku” kata Tono sambil beranjak dari kamar Ibunya.
                “Assalamualaikum, halo pak, ada apa?” ucap Tono menjawab telepon managernya, “waalaikum salam No, ini ada kabar duka dari kantor, Pak Ardi siang tadi tutup usia karena sakit, jadi kami harapkan kepada seluruh karyawan untuk datang ke pemakaman dekat kediaman pak Ardi pada pukul 4.00 sore, kamu bisa datang kan?” jelas managernya “innalilahi, saya turut berduka cita pak, iya Insya Allah saya akan datang” jawab Tono “baiklah, saya tunggu ya No, kalau begitu sudah dulu ya, assalamualaikum” tutup managernya “waalaikum salam” jawab Tono.
                Tono pun masuk kembali ke dalam rumah dan langsung menghampiri ibunya di dalam kamar, “Siapa yang telepon No?” kata ibunya pada saat Tono masuk “itu bu, managerku telepon, katanya bos ku, pak Ardi siang tadi meninggal dunia dan aku diminta untuk hadir di pemakamannya” jelas Tono kepada ibunya, “innalillahi wainnalillahi roji’un, iya No kamu harus datang sebagai bentuk penghormatan terakhir nak “ kata Ibunya, “iya bu, Insya Allah aku akan datang”. Tono pun pamit kepada ibunya untuk menghadiri pemakaman pak Ardi.
                Pada saat di tempat pemakaman, “ kita semua berharap dan berdoa agar  amal ibadah pak Ardi diterima di sisi Allah SWT” kata managernya “Aamiin “ seru seluruh karyawan. Sebelum beranjak dari tempat pemakaman Tono sempat berbincang dengan si penjaga pemakaman “ pak, saya mau minta tolong, sekarang ibu saya sedang sakit keras, kalau misalnya tidak bias tertolong, saya ingin memakamkan ibu saya di sini “ kata Tono, “iii… iya tuan” kata penjaga kubur tersebut. Tono pun beranjak pergi dan menuju pulang.
                Beberapa hari kemudian Tono tidak pernah lagi datang ke kantor karena tiba – tiba sakit. Sedangkan ibunya sudah berhasil memulihkan kesehatannya sehingga sehat kembali. Namun sejak pertama sakit, hingga beberapa bulan, sakit Tono tidak kunjung menunjukkan adanya tanda – tanda untuk sembuh, hingga akhirnya ia pun tidak bias tertolong. Bukannya ibunya yang akan dia makamkan, tetapi dia lah yang terlebih dahulu dimakamkan oleh ibunya, semuanya karena ia mendahului takdir.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar