Jumat, 03 April 2015

Humanistik



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendekatan humanistik ini sendiri muncul sebagai bentuk ketidaksetujuan pada dua pandangan sebelumnya, yaitu pandangan psikoanalisis dan behavioristik dalam menjelaskan tingkah laku manusia. Ketidaksetujuan ini berdasarkan anggapan bahwa pandangan psikoanalisis terlalu menunjukkan pesimisme suram serta keputusasaan sedangkan pandangan behavioristik dianggap terlalu kaku (mekanistik), pasif, statis dan penurut dalam menggambarkan manusia.
B.     Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah unutk mengetahui bagaimana teori ini muncul dan berkembang dan para pengajar dapat mengaplikasikan teori tersebut dalam pembelajarannya.
C.     Rumusan Masalah
1.      Untuk mengetahui bagaimana berkembangnya teori humanisme.
2.      Siapa saja tokoh-tokoh teori humanisme?
3.      Bagaimana teori humanisme tersebut?
4.      Bagaimana implikasi teori humanisme dalam pendidikan?



BAB II
ISI
A.    Sejarah Teori Humanisme
Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow dan Carl Rogers mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga” dalam aliran psikologi. Psikoanalisis dianggap sebagai kekuatan pertama dalam psikologi yang awal mulanya datang dari psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri.
Kekuatan psikologi yang kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil pemikirannya tentang refleks yang terkondisikan. Kalangan Behavioristik meyakini bahwa semua perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan.
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.
B.     Tokoh – tokoh Humanistik
1.      Abraham Maslow
2.      Arthur Combs
3.      Carl Rodgers
C.    Teori – teori Humanistik
PENGERTIAN BELAJAR MENURUT TEORI HUMANISTIK
Menurut teori humanistik belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Teori belajar humanistik sifatnya abstrak dan lebih mendekaji kajian filsafat. Teori ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep. Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia, yakni untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal. Dal hal ini, maka teori humanistik ini bersifat eklektik (memanfaatkan / merangkum semua teori apapun dengan tujuan untuk memanusiakan manusia).
Salah satu ide penting dalam teori belajar humanistik adalah siswa harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar (self regulated learning), apa yang akan dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan dan bagaimana mereka akan belajar. Siswa belajar mengarahkan sekaligus memotivasi diri sendiri dalam belajar daripada sekedar menjadi penerima pasif dalam proses belajar. Siswa juga belajar menilai kegunaan belajar itu bagi dirinya sendiri.
Aliran humanistik memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanistik menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Guru, oleh karenanya, disarankan untuk menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran.
1.      Teori Arthur Combs
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila guru tidak memaksakan materi yang tidak disukai dan tidak relevan dengan kehidupan mereka. Guru harus memahami perilaku Perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku batiniah yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Agar dapat memahami orang lain, seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut, bagaimana ia berpikir dan merasa tentang dirinya. Itulah sebabnya, untuk mengubah perilaku orang lain, seseorang harus mengubah persepsinya. Menurut Combs, perilaku yang keliru atau tidak baik terjadi karena tidak adanya  kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai akibat dari adanya sesuatu yang lain, yang lebih menarik atau memuaskan. Misalkan guru mengeluh murid-muridnya tidak berminat belajar, sebenarnya hal itu karena murid-murid itu tidak berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Kalau saja guru tersebut lalu mengadakan aktivitas-aktivitas yang lain, barangkali murid-murid akan berubah sikap dan reaksinya (Rumini, dkk. 1993). Sesungguhnya para ahli psikologi humanistik melihat dua bagian belajar, yaitu diperolehnya informasi baru dan personalisasi informasi baru tersebut. Keliru jika guru berpendapat bahwa murid akan mudah belajar kalau bahan pelajaran disusun dengan rapi dan disampaikan dengan baik, sebab arti dan maknanya tidak melekat pada bahan pelajaran itu; murid sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan makna bahan pelajaran tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam mengajar bukanlah bagaimana bahan pelajaran itu disampaikan, tetapi bagaimana membantu murid memetik arti dan makna yang terkandung di dalam bahan pelajaran tersebut, yakni apabila murid dapat mengaitkan bahan pelajaran tersebut dengan hidup dan kehidupan mereka, guru boleh bersenang hati bahwa misinya telah berhasil. Semakin jauh hal-hal yang terjadi di luar diri seseorang (dunia) dari pusat lingkaran lingkaran (persepsi diri), semakin kurang pengaruhnya terhadap seseorang. Sebaliknya, semakin dekat hal-hal tersebut dengan pusat lingkaran, maka semakin besar pengaruhnya terhadap seseorang dalam berperilaku. Jadi jelaslah mengapa banyak hal yang dipelajari oleh murid segera dilupakan, karena sedikit sekali kaitannya dengan dirinya.
2.      Teori Abraham Maslow
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow  percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
 a. Suatu usaha yang positif untuk berkembang
 
b. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi. Kontribusi utama Maslow dengan psikologi adalah tangga atau piramida kebutuhan dasar, bukti menunjukkan bahwa ia awalnya datang dengan ide di tahun 1940-an. Menampilkan piramida yang menjabarkan bahwa beberapa kebutuhan lebih kuat daripada yang lain, mulai dari yang paling mendesak hingga yang paling canggih. Kelima kategori yaitu kebutuhan fisiologis (seks, tidur, air, makanan, dll), keamanan (keamanan tubuh, kesehatan, keamanan kerja, dll), Rasa memiliki atau cinta (persahabatan, keluarga dan keintiman seksual), harga diri (rasa percaya diri, menghormati orang lain dan dihormati orang lain), dan aktualisasi diri (moralitas, kreativitas, dll). Teorinya adalah bahwa jika tidak memenuhi syarat dari segmen bawah tangga atau piramida akan mencegah seseorang naik ke tingkat berikutnya. Mereka yang mencapai puncak piramida adalah orang aktualisasi diri.


3. Carl Ransom Rogers
Carl Ransom Rogers (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal
8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya.Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak. Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered), teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun istilah person centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.


Asumsi dasar teori Rogers adalah:
- Kecenderungan formatif
Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
- Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai
kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

Struktur Kepribadian
Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan self.


1. Organisme
Pengertian organisme mencakup tiga hal:
Mahkluk hidup Organisme
adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal.
Realitas Subyektif
Organisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya.Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
Holisme
Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu
bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki
makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
2. Medan Fenomena
Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun
eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini
merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di
dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
3. Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan-potongan pengalaman membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri
akan identitas dirinya begitu bayi mulai belajar apa yang terasa baik atau
buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk,
maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan
untuk mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam
kesadaran. Sehingga kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada
pengalaman organik individual, sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh,
akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif.
Menurut Carl Rogers ada beberapa hal yang mempengaruhi Self, yaitu:
1. Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada.
Ada 3 tingkat kesadaran.
- Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau
disangkal. Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsungdiakui oleh struktur diri.
- Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang
dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan
didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.
2. Kebutuhan
- Pemeliharaan
Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air,
udara, dan keamanan , sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan
menolak untuk berkembang.
- Peningkatan diri
Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai
kemampuan untuk belajar dan berubah.
- Penghargaan positif (positive regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima
oleh orang lain.
- Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan diri (self-regard) sebagai
hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan
menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self-regard.
3. Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
- ada ketidak seimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang
dirasakan oleh diri organis.
- Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dengan
pengalaman organis membuat seseorang menjadi mudah terkena serangan.
Kurang akan kesadaran diri akan membuat seseorang berperilaku tidak
logis, bukan hanya untuk orang lain namun juga untuk dirinya.
- Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa
sebab dan akan memuncak menjadi ancaman. Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman.
D.    Implementasi teori humanisme dalam pembelajaran
Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus dapat menentukan langkah-langkah pembelajaran yang mengacu pada aspek tersebut. Adapun contoh langkah kongkrit yang bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh guru adalah :
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2. Menentukan materi pelajaran.
3. Mengidentifikasi kemampuan awal siswa.
4. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri dalam proses pembelajaran.
Kemudian implementasi dari teori humanisme dalam pembelajaran itu dapat kita lihat dengan beberapa model pembelajaran yang telah digunakan pada beberapa lembaga pendidikan.
1)   Confluent Education
Confluent Education adalah pendidikan yang memadukan atau mempertemukan pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif di dalam kelas. Hal ini merupakan cara yang bagus sekali untuk melibatkan para siswa secara pribadi di dalam bahan pelajaran.
Sebagai contoh misalnya, guru bahasa Arab memberikan tugas kepada para siswa untuk membaca sebuah Qishoh yang berjudul “Abu Nawas”. Melalui tugas itu, siswa-siswa tidak hanya diharapkan memahami isi bacaan tersebut dengan baik tetapi juga memperoleh kesadaran antar pribadi yang lebih baik dengan jalan guru membahas nilai-nilai yang terkandung dalam qishoh tersebut. Sehingga siswa tahu bagaimana seharusnya bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
2) Open Education
Open Education adalah proses pendidikan terbuka. Menurut Walberg dan Tomas(1972), Open Education itu memiliki sembilan kriteria, yaitu:
a) Kemudahan belajar tersedia, artinya berbagai macam bahan yang diperlukan untuk belajar tersedia, para siswa bergerak bebas di sekitar ruangan, tidak dilarang berbicara, tidak ada pengelompokkan atas dasar tingkat kecerdasan.
b) Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat, artinya menggunakan bahan buatan siswa, guru menangani masalah-masalah tingkah laku dengan jalan berkomunikasi secara pribadi dengan siswa yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok.
c) Mendiagnosa pristiwa-pristiwa belajar, artinya siswa-siswa memerikasa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
d) Pengajaran, yaitu pengajaran individual, tidak ada tes ataupun buku kerja.
e) Penilaian, ujudnya: guru membuat catatan, penilaian secara individual, hanya sedikit sekali diadakan tes formal.
f) Mencari kesempatan untuk pertumbuhan profesional, artinya guru menggunakan bantuan orang lain, guru bekarja dengan teman sekerjanya.
g) Persepsi guru sendiri, artinya guru mengamati semua siswa untuk memantau kegiatan mereka.
h) Asumsi tentang para siswa dan proses belajar, artinya suasana kelas hangat dan ramah, para siswa asyik melakukan sesuatu.
i) Meskipun pendidikan terbuka memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bergerak secara bebas disekitar ruangan dan memilih aktifitas belajar mereka sendiri, namun bimbingan guru tetap diperlukan.
3) Cooperative Learning
Cooperative Learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk menigkatkan dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin (1980) Cooperative Learning mempunyai tiga karakteristik:
1. Siswa bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), komposisi ini tetap selama berminggu-minggu.
2. Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.
3. Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
 Cooperative Learning itu ada empat macam, yaitu:
1.Team-Games-Tournament.
Dalam teknik ini siswa yang kemampuan dan jenis kelaminnya berbeda-beda disatukan dalam tim yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota. Setelah guru menyajikan bahan, tim lalu mengerjakan lembaran-lembaran kerja, saling mengajukan pertanyaan, dan belajar bersama untuk persiapan menghadapi turnamen atau pertandingan, yang biasanya diselenggaran sekali seminggu. Dalam turnamen itu ditentukan beranggotakan tiga orang siswa untuk bertanding melawan siswa-siswa yang kemampuannya serupa (atas dasar hasil minggu sebelumnya). Hasilnya siswa-siswa yang prestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh poin bagi timnya sebagai siswa yang berprestasi paling tinggi.
2. Student Teams-achievement Divisions.
Teknik ini juga menggunakan tim yang terdiri dari empat sampai lima anggota tetapi kegiatan turnamen diganti dengan saling bertanya selama lima belas menit, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terlebih dahulu disusun oleh tim, skor-skor yang tertinggi memperoleh poin lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah, kecuali itu juga digunakan “skor perbaikan”.

3. Jigsaw.
Dalam teknik ini siswa dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen. Bahan pelajaran dibagikan kepada anggota-anggota tim, kemudian siswa-siswa tersebut mempelajari bagian mereka masing-masing bersama-sama dengan anggota-anggota dari tim lain yang memiliki bahan yang sama. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya masing-masing dan mengajarkan bagian-bagian yang telah dipelajari bersama-sama dengan anggota tim lain itu kepada anggota-anggota timnya sendiri. Akhirnya, semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan pelajaran.
Sebagai contoh misalnya guru menetapkan tujuan yang menuntut para siswa mempelajari qira’ah. Guru kemudian membagikan bahan tersebut menjadi empat atau lima bagian terganting pada banyaknya anggota tim. Kemudian para siswa belajar bersama-sama dengan anggota tim lain yang menerima bahan yang sama. Setelah itu mereka kembali dan mengajarkannya pada anggota timnya sendiri. Tujuannya adalah agar setiap tim mempelajarai seluruh bahan qirah’ah.
4.Group Investigation.
Group Investigation adalah teknik dimana siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil untuk menangani berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok membagi-bagi tugas tersebut menjadi sub topik-sub topik, kemudian setiap anggota kelompok melakukan kegiatan-kegiatan meneliti yang diperlukan untuk mecapai tujuan kelompok. Setelah itu setiap kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas. Dalam metode ini, hadiah atau poin tidak diberikan.
Demikianlah sekilas tentang keempat teknik Cooperative Learning itu. Menurut hemat kami, ternyata Cooperative Learning itu pada umumnya mempunyai efek positif terhadap prestasi akademik. Keberhasilan Cooperative Learning bergantung pada kemampuan siswa berinteraksi di dalam kelompok.
 










DAFTAR PUSTAKA 
Sukmadinata, Prof DR Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya
Ahmad, Drs H Zainal Arifin, Handout Ilmu Pendidikan, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Website :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar