Setelah Ke pergianmu
Ku
buka handphone ku, tak ada lagi kamu yang selalu memenuhi inbox-ku, tak ada
lagi ucapan selamat pagi dan selamat tidur untukku. Tak ada lagi canda tawamu
yang selalu mengiriku dalam kebahagiaan, tak ada lagi leluconmu yang membuatku
tartawa. Tak ada lagi tatapan yang membuat jantungku berdebar dan menyejukkan
hati. Tak ada lagi genggaman tanganmu yang selalu membuatku kuat akan setiap
masalah yang menghampiriku. Tak ada lagi pelukanmu yang membuatku tentram dan
merasa aman dekat denganmu. Kini, sekarang ada sesuatu yang hilang, tak sama seperti
dulu.
Aku berharap hari-hariku bisa berjalan dengan
mulus seperti biasanya., walau tak ada kamu disampingku. Kini, aku mencoba
menjalani semua aktivitasku seperti biasa. Dan aku bisa menjalani itu semua
walau hatiku terasa kosong, hampa tanpa ada dirimu yang menemaniku setiap
harinya. Tapi, aku harus tetap tegar dengan semua ini. Setelah kepergianmu, aku
menyadari betapa aku mencintaimu. Setelah kepergianmu, kamu merampas semua cinta
dan kebahagiaan yang kupunya, melarikan ke tempat asing yang justru tak tahu
dimana keberadaannya. Siksaanmu begitu besar untukku, dan aku terlalu lemah
untuk mendapatkan cobaan ini, aku begitu lemah untuk mendapatkan goresan luka
di benakku yang semakin hari semakin bertambah.
Di dalam mimpiku kamu selalu ada untukku, dan
kamu milikku. Tapi ternyata, di dalam kehidupan nyata, kau hanyalah mimpi
untukku dan aku sulit menggapaimu kembali. Tak ada hal yang mampu ku
perjuangkan selain membiarkanmu pergi dan merelakanmu untuk orang lain yang
pantas menapatkanmu. Aku berusaha menikmati kesedihanku, kesakitanku hingga ku
terbiasa akan semua hal itu. Aku selalu meneteskan air mata untukmu, padahal
setiap butiran air mata yang jatuh itu semakin aku merindukanmu dan sulit untuk
melupakanmu. Kini aku merasa jatuh cinta padamu yang bukan milikku lagi. Tapi
aku punya Tuhan, punya keluarga dan sahabat, yang selalu ada untukku. Aku
percaya Tuhan pasti sedang menguji kesabaranku saat ini, dan pasti ada jalan
keluar di balik ini semua. Mungkin di mataku kamu yang terbaik untukku, tapi
belum tentu kata Tuhan kamu yang terbaik untukku. Aku percaya dan yakin bahwa
skenario Tuhan adalah yang paling indah.
“Sendirian aja dek Lia? Masnya mana?”, sebuah
pertanyaan tiba-tiba mengejutkan aku yang sedang mencari-cari sandal sepulang
kajian tafsir Qur’an di Mesjid komplek perumahanku sore ini. Rupanya Mbak Artha
tetangga satu blok yang tinggal tidak jauh dari rumahku. Dia rajin datang ke
majelis taklim di komplek ini bahkan beliaulah orang pertama yang aku kenal
disini, Mbak Artha juga yang memperkenalkanku dengan majelis taklim khusus
Ibu-ibu dikomplek ini. Hanya saja kesibukan kami masing-masing membuat kami
jarang bertemu, hanya seminggu sekali saat ngaji seperti ini atau saat ada
acara-acara di mesjid. Mungkin karena sama-sama perantau asal Jawa, kami jadi
lebih cepat akrab.
“Kebetulan Mas Adi sedang dinas keluar kota mbak,
Jadi Saya pergi sendiri”, jawabku sambil memakai sandal yang baru saja kutemukan
diantara tumpukan sandal-sandal yang lain. “Seneng ya dhek bisa datang ke
pengajian bareng suami, kadang mbak kepingin banget ditemenin Mas Bimo
menghadiri majelis-majelis taklim”, raut muka Mbak Artha tampak sedikit berubah
seperti orang yang kecewa. Dia mulai bersemangat bercerita, mungkin lebih
tepatnya mengeluarkan uneg-uneg. Sebenarnya aku sedikit risih juga karena
semua yang Mbak Artha ceritakan menyangkut kehidupan rumahtangganya bersama Mas
Bimo. Tapi ndak papa aku dengerin aja, masak orang mau curhat kok dilarang,
semoga saja aku bisa memetik pelajaran dari apa yang dituturkan Mbak Artha
padaku. Aku dan Mas Adi kan menikah belum genap setahun, baru 10 bulan, jadi
harus banyak belajar dari pengalaman pasangan lain yang sudah mengecap asam
manis pernikahan termasuk Mbak Artha yang katanya sudah menikah dengan Mas Bimo
hampir 6 tahun lamanya.
“Dek Lia, ndak buru-buru kan? Ndak keberatan kalo
kita ngobrol-ngobrol dulu”, tiba-tiba mbak Artha mengagetkanku. ” Nggak papa
mbak, kebetulan saya juga lagi free nih, lagian kan kita dah lama nggak
ngobrol-ngobrol”, jawabku sambil menuju salah satu bangku di halaman TPA yang
masih satu komplek dengan Mesjid.
Dengan suara yang pelan namun tegas mbak Artha
mulai bercerita. Tentang kehidupan rumah tangganya yang dilalui hampir 6 tahun
bersama Mas Bimo yang smakin lama makin hambar dan kehilangan arah.
“Aku dan mas Bimo kenal sejak kuliah bahkan
menjalani proses pacaran selama hampir 3 tahun sebelum memutuskan untuk
menikah. Kami sama-sama berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja dalam hal
agama”, mbak Artha mulai bertutur. “Bahkan, boleh dibilang sangat longgar. Kami
pun juga tidak termasuk mahasiswa yang agamis. Bahasa kerennya, kami adalah
mahasiswa gaul, tapi cukup berprestasi. Walaupun demikian kami berusaha sebisa
mungkin tidak meninggalkan sholat. Intinya ibadah-ibadah yang wajib pasti kami
jalankan, ya mungkin sekedar gugur kewajiban saja. Mas Bimo orang yang sabar,
pengertian, bisa ngemong dan yang penting dia begitu mencintaiku, Proses
pacaran yang kami jalani mulai tidak sehat, banyak bisikan-bisikan syetan yang
mengarah ke perbuatan zina. Nggak ada pilihan lain, aku dan mas Bimo harus
segera menikah karena dorongan syahwat itu begitu besar. Berdasar inilah
akhirnya aku menerima ajakan mas Bimo untuk menikah”.
“Mbak nggak minta petunjuk Allah melalui shalat
istikharah?”, tanyaku penasaran. “Itulah dek, mungkin aku ini hamba yang
sombong,untuk urusan besar seperti nikah ini aku sama sekali tidak melibatkan
Allah. Jadi kalo emang akhirnya menjadi seperti ini itu semua memang akibat
perbuatanku sendiri”
"Anakku,"
kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan pada
kita bangsa kerang sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu. Sakit
sekali, aku tahu anakku. Tetapi
terimalah itu sebagai takdir alam."
"Kuatkan hatimu. Jangan terlalu
lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah
pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata
ibunya dengan sendu dan lembut.
Anak
kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan
alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya.
Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun
lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam
dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar.
Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar.
Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir
mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan
sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara ;
air
matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita
bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap
orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.
Hidup
akan menjadi indah selama kita masih memiliki dan berada disamping orang –orang
yang kita sayangi, seperti anita yang dimana dia masih memiliki kedua orang
tua, adik dan kakak yang selalu mengingatkannya dikala dia melakukan suatu
kesalahan, anita yang masih berumur 16 tahun dan duduk dibangku sekolah SMA
yang dimana dia masih melewati masa-masa pubertas sama seperti yang dirasakan
oleh remaja yang lain.
Pada
saat itu anita menyimpan perasaan sayang pada seorang cowok yang bernama
“Andre”.tanpa dia sadari bahwa dari awal dia masuk dibangku sekolah SMK anita
sudah dilarang oleh keluarganya untuk berpacaran,tetapi anita tetap saja
menentang perintah orang tuanya itu,anita dan andre menjalani hubungan
berpacaran sudah hampir dua tahun. Dia menjalani semua itu tanpa sepengetahuan
dari orang tua anita,apakah ini kekonyolan dari sebuah cinta ? seperti ada
pepatah kalau “ Cinta itu Buta “ yang bisa membutakan mata dan hati bagi insan
yang merasakannya seperti “Anita”
Andre
selalu ada disaat Anita membutuhkannya,disaat anita merasa sedih dan
bahagia.mungkin itu yang membuat anita menganggap andre adalah segalanya dalam
hidup anita,hari-harinya selalu dia jalani dengan andre meskipun mereka
berpacaran dengan cara long distance,karena andre bekerja dan sudah jelas jauh
dari anita,,tetapi anita tidak menyadari semua itu.
Suatu ketika anita memasuki bangku perkuliahan,dari sinilah kedua orang tua dan kakaknya mengetahui tentang hubungannya dengan andre melalui seluler anita yang berisi sms-sms dari andre yang selama ini dia dan andre sembunyikan,dan tanpa sepengetahuan anita tiba-tiba andre berkunjung kerumah anita,andre tidak pernah mendapat respon baik dari keluarga anita karena sudah dari awal keluarga anita tidak menyukai dan menyetujui hubungan mereka.
Suatu ketika anita memasuki bangku perkuliahan,dari sinilah kedua orang tua dan kakaknya mengetahui tentang hubungannya dengan andre melalui seluler anita yang berisi sms-sms dari andre yang selama ini dia dan andre sembunyikan,dan tanpa sepengetahuan anita tiba-tiba andre berkunjung kerumah anita,andre tidak pernah mendapat respon baik dari keluarga anita karena sudah dari awal keluarga anita tidak menyukai dan menyetujui hubungan mereka.
Pada
saat itu keluarga anita marah besar sampai ayah dan ibu anita jatuh sakit
mengetahui perbuatan anita yang selama ini menentang perintah mereka mulai saat
itulah anita diberi pilihan antara keluarga, kuliah atau pacar.
Pada
suatu malam anita berada pada perasaan bingung dengan pilihan yang diberikan
oleh orang tuanya,, dia tidak ingin melepaskan pacarnya tetapi dia juga tidak
ingin melepaskan keluarga dan kuliahnya.tapi dia harus menentukan pilihan yang
harus dia ambil, akhirnya anita memilih keluarga dan kuliahnya dia berjanji
pada orang tuanya untuk tetap fokus pada kuliah dan masa depannya. Dia tidak
akan mengulangi kesalahan untuk yang kedua kalinya.
Akhirnya
anita sekarang berusaha untuk mengembalikan rasa kepercayaan orang tuanya pada
dirinya dan dia berkomitmen untuk selalu memandang masa depannya.
“Uhhuk.. uhukk… “ibu Dina terus saja terbatuk
– batuk sepanjang hari ini. Dan seperti biasanya dia meminum obat yang
diresepkan dokter untuknya. “assalamualaikum…” ucap anak Ibu Dina, Tono
sepulang dari bekerja. “ibu, bagaimana hari ini, adakah perkembangan?” kata
Tono kepada ibunya. “tidak tahu nak, hari ini ibu tidak berhenti batuk,
sebaiknya kita ganti dokter lagi saja” kata Ibu Dina lirih, “tidak bu,
sebaiknya kita coba bertahan dengan dokter yang ini karena kita baru saja ganti
dokter” kata Tono tegas. “mungkin saja umur ibu tidak lama lagi, nak” kata Ibu
Dina sambil menangis. “Tidak bu, ibu tidak boleh menyerah, mungkin saja kita
hanya tinggal menunggu beberapa waktu lagi untuk pemulihan Ibu” Seru Tono
kepada ibunya, “tapi…” belum sempat Ibunya berbicara, handphone milik Tono
bordering “tunggu sebentar ya bu, ada telepon dari managerku” kata Tono sambil
beranjak dari kamar Ibunya.
“Assalamualaikum, halo pak, ada apa?” ucap Tono menjawab telepon managernya,
“waalaikum salam No, ini ada kabar duka dari kantor, Pak Ardi siang tadi tutup
usia karena sakit, jadi kami harapkan kepada seluruh karyawan untuk datang ke
pemakaman dekat kediaman pak Ardi pada pukul 4.00 sore, kamu bisa datang kan?”
jelas managernya “innalilahi, saya turut berduka cita pak, iya Insya Allah saya
akan datang” jawab Tono “baiklah, saya tunggu ya No, kalau begitu sudah dulu
ya, assalamualaikum” tutup managernya “waalaikum salam” jawab Tono.
Tono pun masuk kembali ke dalam rumah dan langsung menghampiri ibunya di dalam
kamar, “Siapa yang telepon No?” kata ibunya pada saat Tono masuk “itu bu,
managerku telepon, katanya bos ku, pak Ardi siang tadi meninggal dunia dan aku
diminta untuk hadir di pemakamannya” jelas Tono kepada ibunya, “innalillahi
wainnalillahi roji’un, iya No kamu harus datang sebagai bentuk penghormatan
terakhir nak “ kata Ibunya, “iya bu, Insya Allah aku akan datang”. Tono pun
pamit kepada ibunya untuk menghadiri pemakaman pak Ardi.
Pada saat di tempat pemakaman, “ kita semua berharap dan berdoa agar amal
ibadah pak Ardi diterima di sisi Allah SWT” kata managernya “Aamiin “ seru
seluruh karyawan. Sebelum beranjak dari tempat pemakaman Tono sempat berbincang
dengan si penjaga pemakaman “ pak, saya mau minta tolong, sekarang ibu saya
sedang sakit keras, kalau misalnya tidak bias tertolong, saya ingin memakamkan
ibu saya di sini “ kata Tono, “iii… iya tuan” kata penjaga kubur tersebut. Tono
pun beranjak pergi dan menuju pulang.
Beberapa hari kemudian Tono tidak pernah lagi datang ke kantor karena tiba –
tiba sakit. Sedangkan ibunya sudah berhasil memulihkan kesehatannya sehingga
sehat kembali. Namun sejak pertama sakit, hingga beberapa bulan, sakit Tono
tidak kunjung menunjukkan adanya tanda – tanda untuk sembuh, hingga akhirnya ia
pun tidak bias tertolong. Bukannya ibunya yang akan dia makamkan, tetapi dia
lah yang terlebih dahulu dimakamkan oleh ibunya, semuanya karena ia mendahului
takdir.