BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendekatan humanistik ini sendiri muncul
sebagai bentuk ketidaksetujuan pada dua pandangan sebelumnya, yaitu pandangan
psikoanalisis dan behavioristik dalam menjelaskan tingkah laku manusia.
Ketidaksetujuan ini berdasarkan anggapan bahwa pandangan psikoanalisis terlalu
menunjukkan pesimisme suram serta keputusasaan sedangkan pandangan
behavioristik dianggap terlalu kaku (mekanistik), pasif, statis dan penurut
dalam menggambarkan manusia.
B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah unutk mengetahui bagaimana teori ini muncul dan berkembang dan para
pengajar dapat mengaplikasikan teori tersebut dalam pembelajarannya.
C. Rumusan
Masalah
1. Untuk
mengetahui bagaimana berkembangnya teori humanisme.
2. Siapa
saja tokoh-tokoh teori humanisme?
3. Bagaimana
teori humanisme tersebut?
4. Bagaimana
implikasi teori humanisme dalam pendidikan?
BAB II
ISI
A.
Sejarah
Teori Humanisme
Psikologi humanistik merupakan salah satu
aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari
kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir
tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow dan Carl Rogers
mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus
tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi
diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan
sejenisnya.
Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai
reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta dipandang sebagai
“kekuatan ketiga” dalam aliran psikologi. Psikoanalisis dianggap sebagai
kekuatan pertama dalam psikologi yang awal mulanya datang dari psikoanalisis
ala Freud yang berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang
dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang
sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan
dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri.
Kekuatan psikologi yang kedua adalah
behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil pemikirannya tentang
refleks yang terkondisikan. Kalangan Behavioristik meyakini bahwa semua
perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan.
Dalam
mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang
dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan
menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan
menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan
dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5
(lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia
tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan
tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki
kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia
memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya;
dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan
kreativitas.
B.
Tokoh
– tokoh Humanistik
1. Abraham
Maslow
2. Arthur Combs
3. Carl Rodgers
C.
Teori
– teori Humanistik
PENGERTIAN BELAJAR MENURUT TEORI HUMANISTIK
Menurut teori humanistik belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia. Teori belajar humanistik sifatnya abstrak dan
lebih mendekaji kajian filsafat. Teori ini lebih banyak berbicara tentang
konsep-konsep. Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses
yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Memanusiakan
manusia, yakni untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi
diri orang yang belajar secara optimal. Dal hal ini, maka teori humanistik ini
bersifat eklektik (memanfaatkan / merangkum semua teori apapun dengan tujuan untuk
memanusiakan manusia).
Salah
satu ide penting dalam teori belajar humanistik adalah siswa harus mempunyai
kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar (self regulated
learning), apa yang akan dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan dan
bagaimana mereka akan belajar. Siswa belajar mengarahkan sekaligus memotivasi
diri sendiri dalam belajar daripada sekedar menjadi penerima pasif dalam proses
belajar. Siswa juga belajar menilai kegunaan belajar itu bagi dirinya sendiri.
Aliran humanistik memandang belajar sebagai sebuah proses yang
terjadi dalam individu yang melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada yang
meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain,
pendekatan humanistik menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi
terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode
pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai
kemanusiaan siswa. Guru, oleh karenanya, disarankan untuk menekankan nilai-nilai
kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk
diaplikasikan dalam proses pembelajaran.
1.
Teori
Arthur Combs
Bersama
dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia
pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering
digunakan. Belajar terjadi bila guru tidak memaksakan materi yang tidak disukai
dan tidak relevan dengan kehidupan mereka. Guru harus memahami perilaku
Perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku batiniah
yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Agar dapat memahami orang
lain, seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut, bagaimana ia berpikir
dan merasa tentang dirinya. Itulah sebabnya, untuk mengubah perilaku orang lain,
seseorang harus mengubah persepsinya. Menurut Combs, perilaku yang keliru atau
tidak baik terjadi karena tidak adanya
kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai
akibat dari adanya sesuatu yang lain, yang lebih menarik atau memuaskan.
Misalkan guru mengeluh murid-muridnya tidak berminat belajar, sebenarnya hal
itu karena murid-murid itu tidak berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh
guru. Kalau saja guru tersebut lalu mengadakan aktivitas-aktivitas yang lain,
barangkali murid-murid akan berubah sikap dan reaksinya (Rumini, dkk. 1993). Sesungguhnya para ahli psikologi humanistik
melihat dua bagian belajar, yaitu diperolehnya informasi baru dan personalisasi
informasi baru tersebut. Keliru jika guru berpendapat bahwa murid akan mudah
belajar kalau bahan pelajaran disusun dengan rapi dan disampaikan dengan baik,
sebab arti dan maknanya tidak melekat pada bahan pelajaran itu; murid
sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan makna bahan pelajaran tersebut
ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam mengajar bukanlah bagaimana bahan
pelajaran itu disampaikan, tetapi bagaimana membantu murid memetik arti dan
makna yang terkandung di dalam bahan pelajaran tersebut, yakni apabila murid
dapat mengaitkan bahan pelajaran tersebut dengan hidup dan kehidupan mereka,
guru boleh bersenang hati bahwa misinya telah berhasil. Semakin jauh hal-hal
yang terjadi di luar diri seseorang (dunia) dari pusat lingkaran lingkaran
(persepsi diri), semakin kurang pengaruhnya terhadap seseorang. Sebaliknya,
semakin dekat hal-hal tersebut dengan pusat lingkaran, maka semakin besar pengaruhnya
terhadap seseorang dalam berperilaku. Jadi jelaslah mengapa banyak hal yang
dipelajari oleh murid segera dilupakan, karena sedikit sekali kaitannya dengan
dirinya.
2. Teori Abraham Maslow
Abraham
Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami
dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai
dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan).
Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya.
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa
di dalam diri individu ada dua hal :
a. Suatu usaha yang positif untuk berkembang
b. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
b. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang,
takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki
dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk
lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu
juga ia dapat menerima diri sendiri (self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan
(needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi
kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan
kebutuhan yang terletak di atasnya,
ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia
menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan
oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini
mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi. Kontribusi
utama Maslow dengan psikologi adalah tangga atau piramida kebutuhan
dasar, bukti menunjukkan bahwa ia awalnya datang dengan ide di tahun 1940-an.
Menampilkan piramida yang menjabarkan bahwa beberapa kebutuhan lebih
kuat daripada yang lain, mulai dari yang paling mendesak hingga yang paling
canggih. Kelima kategori yaitu kebutuhan fisiologis (seks, tidur, air, makanan,
dll), keamanan (keamanan tubuh, kesehatan, keamanan kerja, dll), Rasa memiliki
atau cinta (persahabatan, keluarga dan keintiman seksual), harga diri (rasa
percaya diri, menghormati
orang lain dan dihormati orang lain), dan aktualisasi diri (moralitas, kreativitas,
dll). Teorinya adalah bahwa jika tidak memenuhi syarat dari segmen bawah tangga
atau piramida akan mencegah seseorang naik ke tingkat berikutnya. Mereka yang
mencapai puncak piramida adalah orang aktualisasi diri.
3.
Carl Ransom Rogers
Carl Ransom Rogers (1902-1987) lahir di Oak
Park, Illinois pada tanggal
8
Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota
ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian.
Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun
1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya
ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di
seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan
seminarinya.Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan
psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori
Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John
Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya
justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk
mengembangkan teorinya kelak. Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas
Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar
doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di
Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari
lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered
psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien
terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun
keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara
lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered), teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun istilah person centered
yang sering digunakan untuk teori Rogers.
Asumsi dasar teori Rogers adalah:
- Kecenderungan formatif
Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari
hal-hal yang lebih kecil.
- Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan
atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai
kekuatan yang kreatif untuk
menyelesaikan masalahnya.
Struktur Kepribadian
Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian
berubah dan berkembang, dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam
teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan self.
1. Organisme
Pengertian organisme mencakup
tiga hal:
Mahkluk hidup Organisme
adalah mahkluk lengkap dengan
fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi
yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai
kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal.
Realitas Subyektif
Organisme menganggap dunia
seperti yang dialami dan diamatinya.Realita adalah persepsi yang sifatnya
subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
Holisme
Organisme adalah satu kesatuan
sistem, sehingga perubahan dalam satu
bagian akan berpengaruh pada
bagian lain. Setiap perubahan memiliki
makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan,
dan mengembangkan diri.
2. Medan Fenomena
Medan fenomena adalah
keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun
eksternal, baik disadari maupun
tidak disadari. Medan fenomena ini
merupakan seluruh pengalaman
pribadi seseorang sepanjang hidupnya di
dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
3. Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika
potongan-potongan pengalaman membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas
diri
akan identitas dirinya begitu
bayi mulai belajar apa yang terasa baik atau
buruk, apa ia merasa nyaman
atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk,
maka aktualisasi diri mulai
terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan
untuk mengaktualisasikan sang
diri sebagai mana yang dirasakan dalam
kesadaran. Sehingga
kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada
pengalaman organik individual,
sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh,
akan kesadaran dan
ketidak-sadaran, psikis dan kognitif.
Menurut Carl Rogers ada
beberapa hal yang mempengaruhi Self, yaitu:
1. Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka
konsep diri dan diri ideal tidak akan ada.
Ada 3 tingkat kesadaran.
- Pengalaman yang dirasakan
dibawah ambang sadar akan ditolak atau
disangkal. Pengalaman
yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsungdiakui oleh
struktur diri.
- Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk
distorsi. Jika pengalaman yang
dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan
didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan
oleh konsep diri.
2. Kebutuhan
- Pemeliharaan
Pemeliharaan tubuh organismik dan
pemuasannya akan makanan, air,
udara,
dan keamanan , sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan
menolak untuk berkembang.
- Peningkatan diri
Meskipun tubuh menolak untuk berkembang,
namun diri juga mempunyai
kemampuan untuk belajar dan berubah.
- Penghargaan positif (positive
regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk
dicintai, disukai, atau diterima
oleh orang lain.
- Penghargaan diri yang positif (positive
self-regard)
Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan
diri (self-regard) sebagai
hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau
frustasi. Diri akan
menghindari frustasi dengan mencari
kepuasan akan positive self-regard.
3. Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
- ada ketidak seimbangan antara konsep diri
dengan pengalaman yang
dirasakan oleh diri organis.
- Ketimpangan yang semakin besar antara
konsep diri dengan
pengalaman organis membuat seseorang
menjadi mudah terkena serangan.
Kurang akan kesadaran diri akan membuat
seseorang berperilaku tidak
logis, bukan hanya untuk orang lain namun
juga untuk dirinya.
- Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka
muncul kegelisahan tanpa
sebab
dan akan memuncak menjadi ancaman. Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman
organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan
dan ancaman.
D.
Implementasi teori
humanisme dalam pembelajaran
Aplikasi
teori humanisme dalam pembelajaran cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir
induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus dapat menentukan
langkah-langkah pembelajaran yang mengacu pada aspek tersebut. Adapun contoh
langkah kongkrit yang bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh guru adalah :
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2.
Menentukan materi pelajaran.
3. Mengidentifikasi kemampuan awal siswa.
4.
Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif
melibatkan diri dalam proses pembelajaran.
Kemudian
implementasi dari teori humanisme dalam pembelajaran itu dapat kita lihat
dengan beberapa model pembelajaran yang telah digunakan pada beberapa lembaga
pendidikan.
1) Confluent Education
Confluent
Education adalah pendidikan yang memadukan atau mempertemukan
pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif di dalam kelas. Hal ini
merupakan cara yang bagus sekali untuk melibatkan para siswa secara pribadi di
dalam bahan pelajaran.
Sebagai
contoh misalnya, guru bahasa Arab memberikan tugas kepada para siswa untuk
membaca sebuah Qishoh yang berjudul “Abu
Nawas”. Melalui tugas itu, siswa-siswa tidak hanya diharapkan memahami isi
bacaan tersebut dengan baik tetapi juga memperoleh kesadaran antar pribadi yang
lebih baik dengan jalan guru membahas nilai-nilai yang terkandung dalam qishoh tersebut. Sehingga siswa tahu
bagaimana seharusnya bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
2) Open Education
Open
Education adalah proses pendidikan terbuka. Menurut Walberg dan Tomas(1972),
Open Education itu memiliki sembilan kriteria, yaitu:
a) Kemudahan belajar tersedia, artinya
berbagai macam bahan yang diperlukan untuk belajar tersedia, para siswa
bergerak bebas di sekitar ruangan, tidak dilarang berbicara, tidak ada
pengelompokkan atas dasar tingkat kecerdasan.
b)
Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat, artinya menggunakan bahan
buatan siswa, guru menangani masalah-masalah tingkah laku dengan jalan
berkomunikasi secara pribadi dengan siswa yang bersangkutan, tanpa melibatkan
kelompok.
c)
Mendiagnosa pristiwa-pristiwa belajar, artinya siswa-siswa memerikasa pekerjaan
mereka sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
d) Pengajaran, yaitu pengajaran individual,
tidak ada tes ataupun buku kerja.
e) Penilaian,
ujudnya: guru membuat catatan, penilaian secara individual, hanya sedikit
sekali diadakan tes formal.
f) Mencari
kesempatan untuk pertumbuhan profesional, artinya guru menggunakan bantuan
orang lain, guru bekarja dengan teman sekerjanya.
g) Persepsi
guru sendiri, artinya guru mengamati semua siswa untuk memantau kegiatan
mereka.
h) Asumsi tentang para siswa dan proses
belajar, artinya suasana kelas hangat dan ramah, para siswa asyik melakukan
sesuatu.
i) Meskipun
pendidikan terbuka memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bergerak
secara bebas disekitar ruangan dan memilih aktifitas belajar mereka sendiri,
namun bimbingan guru tetap diperlukan.
3)
Cooperative Learning
Cooperative
Learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk menigkatkan
dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin (1980) Cooperative Learning
mempunyai tiga karakteristik:
1.
Siswa bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), komposisi
ini tetap selama berminggu-minggu.
2.
Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat
akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.
3.
Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
Cooperative Learning itu ada empat macam,
yaitu:
1.Team-Games-Tournament.
Dalam
teknik ini siswa yang kemampuan dan jenis kelaminnya berbeda-beda disatukan
dalam tim yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota. Setelah guru
menyajikan bahan, tim lalu mengerjakan lembaran-lembaran kerja, saling
mengajukan pertanyaan, dan belajar bersama untuk persiapan menghadapi turnamen
atau pertandingan, yang biasanya diselenggaran sekali seminggu. Dalam turnamen
itu ditentukan beranggotakan tiga orang siswa untuk bertanding melawan
siswa-siswa yang kemampuannya serupa (atas dasar hasil minggu sebelumnya).
Hasilnya siswa-siswa yang prestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki
kesempatan yang sama untuk memperoleh poin bagi timnya sebagai siswa yang
berprestasi paling tinggi.
2. Student Teams-achievement Divisions.
Teknik
ini juga menggunakan tim yang terdiri dari empat sampai lima anggota tetapi
kegiatan turnamen diganti dengan saling bertanya selama lima belas menit,
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terlebih dahulu disusun oleh tim, skor-skor
yang tertinggi memperoleh poin lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah,
kecuali itu juga digunakan “skor perbaikan”.
3. Jigsaw.
Dalam
teknik ini siswa dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen.
Bahan pelajaran dibagikan kepada anggota-anggota tim, kemudian siswa-siswa
tersebut mempelajari bagian mereka masing-masing bersama-sama dengan
anggota-anggota dari tim lain yang memiliki bahan yang sama. Setelah itu mereka
kembali ke kelompoknya masing-masing dan mengajarkan bagian-bagian yang telah
dipelajari bersama-sama dengan anggota tim lain itu kepada anggota-anggota
timnya sendiri. Akhirnya, semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan
pelajaran.
Sebagai
contoh misalnya guru menetapkan tujuan yang menuntut para siswa mempelajari qira’ah. Guru kemudian
membagikan bahan tersebut menjadi empat atau lima bagian terganting pada
banyaknya anggota tim. Kemudian para siswa belajar bersama-sama dengan anggota
tim lain yang menerima bahan yang sama. Setelah itu mereka kembali dan
mengajarkannya pada anggota timnya sendiri. Tujuannya adalah agar setiap tim
mempelajarai seluruh bahan qirah’ah.
4.Group
Investigation.
Group
Investigation adalah teknik dimana siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok
kecil untuk menangani berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok membagi-bagi
tugas tersebut menjadi sub topik-sub topik, kemudian setiap anggota kelompok
melakukan kegiatan-kegiatan meneliti yang diperlukan untuk mecapai tujuan
kelompok. Setelah itu setiap kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada
kelas. Dalam metode ini, hadiah atau poin tidak diberikan.
Demikianlah
sekilas tentang keempat teknik Cooperative Learning itu. Menurut hemat kami,
ternyata Cooperative Learning itu pada umumnya mempunyai efek positif terhadap
prestasi akademik. Keberhasilan Cooperative Learning bergantung pada kemampuan
siswa berinteraksi di dalam kelompok.
DAFTAR
PUSTAKA
Sukmadinata,
Prof DR Nana Syaodih, Metode
Penelitian Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya
Ahmad,
Drs H Zainal Arifin, Handout Ilmu Pendidikan, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Website :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar